Ontologi





ONTOLOGI SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU

"Filsafat Ilmu"
Dosen pengampu :
Prof. Dr. Syafrani. M.Si.


Disusun oleh:

TM Ridhani (NIM: 1588203047)

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU 2016    




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk memahami masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat. 
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan,ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya. Di antara ketiga teori disebut ontologi dikenal sebagai satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi secara ringkas membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realita. 
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan ontologi ?
2.      Bagaimanakah hakikat ilmu pengetahuan, aliran, dan objek ontologi ?
3.      Bagaimanakah ontologi dalam ilmu pengetahuan ?
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian ontologi
2.      Mengetahui hakikat ilmu pengetahuan, aliran serta objek dalam ontoogi
3.      Mengetahui bagaimana ontologi dalam ilmu pengetahuan


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ontologi
Ontologi, dalam bahasa Inggris ‘ontology’, berakar dari bahasa Yunani ‘on’ berarti ada, dan ‘ontos’ berarti keberadaan. Sedangkan ‘logos’ berarti pemikiran (Lotens Bagus:2000). Jadi, ontologi adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadaanya. Selanjutnya, menurut A.R Lacey, ontologi diartikan sebagai “a central part of methapisics” (bagian sentral dari metafisika). Sedangkan metafisika diartikan sebagai “that which comes after ‘phosics’,....the study of nature in general” (hal yang hadir setelah fisika,... studi umum mengenai alam). Dalam metafisika, pada dasarnya dipersoalkan mengenai substansi atau hakikat alam semesta. Apakah alam semesta ini bersifat monistik atau pluralistik, bersifat tetap atau berubah – ubah, dan apakah alam semesta ini merupakan kesungguhan (actual) atau kemungkinan (potency).
Beberapa karakteristik ontologi, seperti diungkapkan oleh Bagus, antara lain dapat disederhanakan sebagai berikut.
·         Ontologi adalah studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri – ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut terbentuknya yang paling abstrak.
·         Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori – kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi,kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan dan sebagainya.
·         Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu Yang Satu,Yang Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan sesuat yang mutlak pada-Nya.
·         Cabang filsafat yang mempelajari tentang suatu realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.
      Jadi sebenarnya, ontologi merupakan studi yang mempelajari hakikat keberadaan sesuatu, dari yang terbentuk konkret sampai yang terbentuk abstrak, tentang sesuatu yang tampak hinga sesatu yang tidak tampak, mengenai eksistensi dunia nyata maupun eksistensi dunia kasat mata, eksistensi gaib.

2.2.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Ontologi
Manusia memiliki rasa ingin tahu yang kuat yang mana membuat manusia ingin mencari suatu kebenaran dan mencapai pengetahuan. Karena keingintahuan manusia, maka diperlukan lah sebuah cabang ilmu yang membantu manusia untuk memenuhi sesuatu apakah itu, apakah kebenaran itu memang dapat dicapai oleh akal manusia. Keingintahuan manusia yang tak terbatas bahkan diluar dari panca indra, sehingga segala hal perlu dipertanyakan. Bagaimana realita yang ada ini, adalah materi semata, apakah wujudnya bersifat tetap ? sedagkan ontologi sendiri mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir daripada kenyataan. Ia juga disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Ilmu alam atau fisika memikirkan yang nyata, tanpa mempersoalkan hakikatnya. Ilmu hakikat justru mempersoalkan hakikat itu, dengan memisahkan secara tajam subjek dan objek. Dalam agama, ontologi memikirkan tentang Tuhan.
Jadi hakikat jenis dapat dipahami sebagai titik abstrak tertinggi dari suatu hal. Pada titik abstrak tertinggi inilah segala macam perbedaan dan keterpisahan menyatu dalam substansi. Dalam filsafat, studi mengenai hakikat abstrak ini masuk dalam bidang metafisika umum (general metaphisics) atau ontologi (ontology). Oleh sebab itu, pembahasan tentang hakikat jenis ilmu pengetahuan berarti membahas ilmu pengetahuan secara ontologis : secara metafisis umum, objek materi yang dipeajari dalam pluralitas ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak.

2.2.2 Aliran Ontolgi
Kajian ontologi merupakan kajian yang luas, sehingga terdapat berbagai kajuan ontologi dalam menguraikan kenyataan.
1.      Monisme
Istilah monisme berasal dari bahasa Yunani monos yang berarti tunggal atau sendiri. Monisme berpandangan bahwa realitas secara mendasar adalah satu dari segi proses, struktur, substansi, atau landasannya. Dalam realitas, yang ada hanyalah satu; perubahan hanyalah ilusi belaka. Pendapat ini merupakan bentuk monisme awal. Monisme modern dapat digambarkan dalam filsafat Hegel, melalui idealisme nya yang menggambrkan dunia sebagai manisestasi atau hubungan dari semua-inklusif atau spirit absolut yang menyatakan dirinya dalam waktu.
2.      Dualisme
Dualisme berasal dari bahasa Latin, dualis yang berarti bersifat dua. Dualisme merupakan pandangan filosofis yang mengasakan eksistensi dari dua bidang ( dunia) yang terpisah, tidak dapat direduksi, unik. Contoh: Adikodrati/Kodrati. Allah/Alam semesta. Roh/Materi. Jiwa/Badan. Dunia yang kelihatan/Dunia yang tidak kelihatan. Dunia indrawi/Dunia intelektual.
Berhubungan dengan manusia, Descartes memandang sosok manusia sebagai makhluk yang berasal dari dua substansi yaitu jika sebagai alat berpikir dan tubuh jasmaniah, yang bersifat pisikal. Kedua substansi tersbut saling terpisah satu sama lain.
3.      Pluralisme
Pluralisme berakar pada kata dalam bahasa latin Pluralis yang berarti jamak atau plural. Dalam sejarah filsafat Yunani klasik, ide pluralisme bisa dilacak pada pemikiran filosofis Anaxagoras dan Empedokles. Ketika berbicara tentang alam semesta, Empedokles menyatakan bahwa alam jagat raya yang kita saksikan ini terdiri dari empat unsur atau akar, yaitu tanah, udara, api dan air. Dalam konsep filosofis Empedokles, masing-masing unsur tersebut bersifat abadi.
4.      Materialisme
Materialisme merupakan keyakinan bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pikiran (roh, kesadran, jiwa) tidak lain adalah materi yang sedang bergerak. Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik pikiran seperti: maksud, kesadaran, intensi, tujaun-tujuan, arti, arah, inteligensi, kehendak, dorongan.
Merunut sejarah filsafat era klasik demokritus lah yang merupakan seorang filsuf materialis yang paripurna. Bagi demokritus, segala sesuatu berasal dari materi atau lebih tepatnya. Tersusun dari alam-alam yang tidak dapat dibagi-bagi secara fisik, namun bukan secara geometris. Jika sebuah benda – sebuah pohon atau seekor binatang misalnya mati dan hancur, atom-atom terurai dan dapat digunakan lagi untuk membentuk benda-benda lain. Karena demokratis hanya meyakini benda-benda material saja, maka ia juga disebut sebagai filsuf materialisme.
5.      Idealisme
Istilah idealisme berasal dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Secara sederhana, idealisme hendak me nyatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal, bukan benda material dan kekuatan. Bagi filsuf  aliran idealis, segala kehidupan dengan semua atributnya harus dikaitkan dengan jiwa, makna, dan nilai.William E.Hocking menuturkan keunikan aktifitas jiwa dengan bahasa yang indah: mempersatukan waktu lampau masakini dan hari depan.
6.      Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang secara harfiah berarti tidak ada atau ketiadaan. Secara umum, nihilsme berarti pandangan bahwa keberadaaan dan hidup didunia sama sekali tidak berarti dan tidak bermanfaat. Dalam rangka kemasyarakatan, nihilisme berarti kepercayaan dan ajaran bahwa keadan masyarakat sudah demikian buruk dan tak tertolong lagi sehingga lebih baik dihancurkan saja. Istilah nihilisme pernah dipergunakan untuk menyebut program partai politik di Rusia abad ke-19 yang menganjurkan perubahan masyarakat perubahan masyarakat secara revolusi dengan menggunakan terorisme dan pembunuhan.
7.      Agnositisme
Agnositisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu a yang berarti ‘bukan’, ‘tidak’ dan gnotikos yang berarti ‘orang  yang mengetahui atau mempunyai pengetahuan tentang’. Agnositisme umumnya paham yang berhubungan tentang wacana ketuhanan. Agnositisme mengklaim bahwa manusia tidak pernah mampu untuk mengetahui hakikat eksistensi Tuhan.
2.2.3 Objek Ontologi
1. Kuantitatif
a. Objek Materi
Objek materi objek yang dipelajari dalam pluralitas ilmu pengetahuan bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan zat kebendaan pada tingkat abstrak tertinggi yaitu dalam kesatuan dan kesamaan nya sebagai makhluk. Keberadaan zat kebendaan demikaian ditentukan oleh penyebab terdahulu, sekaligus penyebab pertama dan terakhir, yang disebut ‘causa prima’. Oleh karna itu, pada tingkat substansi tertinggi, seluruh pluralitas ilmu pengetahuan, sebagai akibat pluralitas objeknya, berada dalam satu kesatuan didalam diri causa prima-nya
b. Objek Forma
Objek forma  sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi (scope of the study). Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi plural, berbeda beda dan cendrung saling terpisah antara satu dengan yang lain. Dalam hubungannya dengan perilaku, kebenaran objektif memberikan landasan yang stabil dan establis, sehingga suatu perilaku dapat diukur nilai kebenarannya, dan bisa dipakai sebagai pedoman bagi semua pihak.
2. Kualitatif
a. Abstrak Universal
Pada tingkat ini, pluralitas ilmu pengetahuan tidak tampak. Hal ini yang menampak adalah bahwa ilmu pengetahuan itu stu alam jenis, sifat dan bentuknya dialam ilmu pengetahuan’filsafat’. Karena filsafat memandang suatu objek materi menurut seluruh segi atau sudut yang ada didalamnya.
b. Teoretis Potensial
Pada tingkat ini, pluralitas ilmu pengetahuan mulai tampak. Hal ini boleh jadi pluralitas ilmu pengetahuan masih berada dalam satu kesatuan sistem. Suatu teori berlaku bagi banya jenis ilmu pengetahuan serumpun, tetapi tidak berlaku bagi banyak jenis ilmu pengetahuan yang berlainan rumpun. Sebagai contoh adalah teori ilu pengetahuan sosial, dimana manusia dalam bermasyarakat bisa berubah-ubah.
c. Praktis Fungsional
Pada tingkat ini pluralitas ilmu pengetahuan, justru mendapatkan legalitas akademik. Karena, ilmu pengetahuan dituntuk untuk memberikan  konstribusi praktis secara langsung terhadap upaya reproduksi demi kelangungan eksistensi kehidupan manusia. Contohnya kebenaran teoristis potensial disusun dalam suatu sistem teknologis, sehingga membentuk suatu teknologi yang siap memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan kehidupan manusia.

3.1    Ontologi dalam Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan menjelaskan tentang adanya intonasi, pemahaman, dan keahlian yang diperoleh secara biasa melalui pengalaman atau pendidikan. Sedangkan ontologi adalah Studi yang membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi secara ringkas membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realita. 


BAB III
PENUTUP
3.2    Kesimpulan
      Ontologi mempelajari hakikat keberadaan sesuatu, dari yang terbentuk konkret sampai yang terbentuk abstrak, tentang sesuatu yang tampak hinga sesatu yang tidak tampak, mengenai eksistensi dunia nyata maupun eksistensi dunia kasat mata, eksistensi gaib. Ontologi memerlukan proses bagaimana hal-hal tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realita. 
3.3    Saran
Ontologi dalam sebuah pendidikan sangat penting, dapat membantu  mengubah baik perilaku, kognitif, dan psikomotor sebagai sebuah perubahan yang baik dimana penerapannya kepada peserta didik akan berubah dari yang buruk menjadi yang lebih baik. Sebaiknya dalam  mempelajari Ilmu Filsafat serta kajiannya, dibutuhkan bimbingan guru maupun dosen serta  juga adanya buku pedoman agar dapat membantu semaksimal mungkin dalam penerapan untuk kehidupan yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Suhartono. Suparlan, 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar-Russ Media.
Zaprulkhan. 2015. Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontenporer (buku pertama). Jakarta: Rajawali Pers.
Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rajawali Pers.
Akmal. 2015. Contoh Makalah Ontologi Filsafat ilmu dan Aliran-Aliranya. http://www.tongkronganislami.net/2015/10/contoh-makalah-ontologi-filsafat-ilmu.html. 10 Oktober 2015.

Comments

Popular posts from this blog

Konsep-Konsep Dasar Filsafat Ilmu

An Introduction Sociolinguistics

Pendekatan Pembelajaran